by

Dampak Masuk Sekolah Jam 6 Pagi terhadap Psikologis Anak

IGMTVnews.com —–  Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengumumkan peraturan baru tentang masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB. Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran yang diterbitkan Gubernur Jawa Barat pada 28 Mei 2025 dengan Nomor 58/PK.03/Disdik.

Psikolog pendidikan anak, Helsa, mengajak masyarakat melihat lebih jauh ihwal kebijakan ini. Sebab, menurut dia, kebijakan tersebut tidak hanya akan mengubah ritme aktivitas pelajar saja. Melainkan juga akan memengaruhi kondisi psikologis anak yang pada akhirnya akan berdampak pada efektivitas pembelajaran.

Helsa menjelaskan, jam sekolah lebih pagi ini akan berdampak pada ritme sirkandian atau jam biologis tubuh lantaran adanya jam tidur yang berkurang. Dia memaparkan bahwa anak usia 6-12 tahun membutuhkan durasi tidur 9 hingga 12 jam per hari agar kemampuan otaknya maksimal.

Dengan pertimbangan tersebut, Helsa menilai kebijakan ini berpotensi mempengaruhi kesiapan psikologis anak dalam belajar. “Secara biologis perubahan ritme sirkandian dapat membuat anak belum siap untuk berkonsentrasi penuh saat belajar,” ucap dia kepada Tempo, Jumat, 6 Juni 2025.

Kondisi itu akan lebih sulit bagi anak usia remaja. Alasannya, di rentang usia tersebut seorang anak akan mengalami pergeseran ritme sirkandian yang lebih lambat, sehingga mereka akan merasakan kantuk lebih larut. “Bayangkan saja, apabila anak SMP/SMA harus masuk sekitar pukul 6 maka ia hanya tidur 6-7 jam saja karena baru merasa kantuk pada pukul 10 atau 11 malam,” kata dia. Padahal, anak berusia 13-18 tahun membutuhkan durasi tidur 8 hingga 10 jam.

Selain jam biologis, Helsa menambahkan, kebijakan politikus Gerinda itu juga akan berdampak pada penurunan fungsi eksekutif anak. Fungsi eksekutif adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi yang memungkinkan seseorang merencanakan, memecahkan masalah, mengontrol diri, dan mengatur perilaku untuk mencapai tujuan. Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan itu menuturkan, berbagai penelitian ilmiah menunjukan bahwa terdapat korelasi kuat antara pola tidur anak prasekolah dengan fungsi eksekutif. Khususnya dalam mempertahankan impuls dan working memory.

Ia menyebut penelitian tersebut menunjukan bahwa semakin berkurang durasi tidur anak, maka akan semakin berkurang pula fungsi eksekutifnya. “Hasil penelitian ini menyiratkan bahwa berbagai dimensi dalam tidur-seperti lamanya tidur, kualitas tidur dan efisiensi tidur memiliki peran penting dalam perkembangan fungsi eksekutif anak,” ujarnya.

Helsa menyampaikan, berubahnya jam biologis dan menurunnya fungsi eksekutif ini pada akhirnya akan menimbulkan penurunan performa akademik. “Fungsi eksekutif membantu anak merencanakan tugas, fokus, dan menyelesaikan tugas dengan efektif. Oleh karena itu, performa akademik juga akan menurun apabila fungski akademiknya menurun,” kata dia.

Terakhir, selain memengaruhi kondisi psikologis anak, Helsa menyebut yang tak kalah penting untuk dipertimbangkan adalah fakta bahwa kebijakan tersebut akan juga akan berdampak pada kondisi psikologis orang tua. Khususnya bagi ibu yang biasanya menjadi figur yang paling banyak terlibat dalam mempersiapkan anak sekolah.

Ia menilai kebijakan ini secara tidak langsung juga akan mengurangi jam tidur dan kualitas beristirahat ibu. “Apakah orang tua sudah siap secara fisik dan psikologis untuk menyesuaikan ritme aktivitasnya?” kata dia. “Belum lagi jika ternyata waktu kerja orang tua berbenturan dengan waktu sekolah anak. Semua ini kan menambah beban dan stres orang tua.” Oleh sebab itu, Helsa menyarankan agar kebijakan ini ditinjau ulang dan mempertimbangkan banyak hal di dalamnya. Termasuk menggunakan kajian atau penelitian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. (*)

News Feed