(Bagian 1) Profesionalisme Direksi ASDP dan Jeratan Hukum

Untuk kesekian kali kita semua dihentakan oleh satu “akrobat hukum” yang menisbikan profesionalisme direksi Perusahaan. Direksi ASDP dituntut meski akhirnya mendapatkan rehabilitasi.

Nampak ketiadaan rasa bersalah, KPK bersikukuh merasa benar atas apa yang telah dilakukan. Setelah dilakukan Rehabilitasi terhadap Direksi ASDP Ibu Ira Puspadewi dkk, oleh Presiden Prabowo bersama DPR, Pimpinan KPK melalui Juru Bicara Budi Prasetyo menyatakan sikap tetap pada pendirian mereka. KPK yakin bahwa fakta hukum di persidangan tetaplah fakta hukum bahwa Ibu Ira Puspadewi dkk telah melakukan perbuatan melawan hukum, walau mereka diberikan rehabilitasi.

Sikap seperti ini menurut saya, telah menapikan keputusan Presiden yang mendapatkan masukan dari masyarakat dan DPR, setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan rehabilitasi bagi Ira Puspadewi dkk. Meskipun rehabilitasi merupakan keputusan politik, hak istimewa Presiden, namun pertimbangan utamanya adalah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, kepentingan yang lebih besar. Saya sendiri secara aktif melakukan penggalangan tandatangan agar Presiden turun tangan memberikan atensi atas kasus bu Ira Puspadewi dkk.
Menurut Jubir KPK, ada 12 perbuatan melawan hukum dilakukan Direksi ASDP dan merupakan fakta hukum.

Tetapi ingat, harusnya KPK juga jujur untuk mengakui ada 2 fakta hukum lainnya yaitu pertama, tidak ada niat jahat (mens rea). Kedua, tidak menerima apapun dari transaksi tersebut.
Keduanya penting disampaikan ke ruang publik, agar masyarakat tidak salah memberikan penilaian.

Pertanyaannya, apakah 12 fakta hukum yang diindikasikan oleh KPK melawan hukum, pantas dipidana, atau tidak, karena yang tertera dalam tuntutan Jaksa dan keputusan Hakim bahwa para
terdakwa tidak ada niat jahat (mens rea)? Selain itu terdakwa tidak ada menerima sesuatu atas transaksi tersebut, dan hanya dinyatakan lalai yang merugikan keuangan negara dan menguntungkan korporasi/Owner PT. JN.

Semua itu didasarkan atas pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor; penulis berpandangan pasal karet yang menjerat siapapun walau tidak ada sedikitpun keuntungan pribadi.
Pengalaman sebagai Direksi BUMN dengan berbagai kasus dan pernah mengalami kriminalisasi juga dari APH, dan pengalaman dalam mengakuisisi beragam perusahan, yakin benar bahwa judgement akuisisi oleh Direksi ASDP, diambil berdasarkan data yang sudah dianalisis. Keyakinan dan Pengalaman Direksi ASDP memang tidak mudah dipahami orang lain di luar sistem PT. ASDP, apalagi penyidik KPK yang hanya melihat hitam putih dengan kacamata kuda. Seorang pebisnis harus memiliki intuisi.

Akurasi intuisi tersebut berdasarkan pengalaman yang tidak singkat dan sudah teruji. Harusnya dengan fakta hukum pada saat penyelidikan tidak ada niat jahat dan tidak ada menerima apapun dari akuisisi tersebut, atas perbuatan yang dilakukan oleh Direksi ASDP, tidak layak lagi dinaikkan ke penyidikan. Tapi inilah penegakan hukum di Indonesia, Jaksa selalu pada pendapatnya, “nanti kita uji di pengadilan”. Jaksa yang menyidik kasus ini tidak merasakan sakitnya dijadikan tersangka, dituduh korupsi, nama baik serta merta menjadi hancur. Banyak kasus, keluarga/kehidupan mereka hancur, karena tuduhan yang semena mena yang dilakukan APH.

Menarik untuk mendiskusikan 12 tuduhan KPK tersebut sebagai media edukasi agar kasus serupa tak terulang kembali di masa yang akan datang, sebagai berikut :

1. Mengubah RKAP secara tiba-tiba dari “pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan”. RKAP disusun dengan berbagai asumsi baik micro maupun macro, disahkan oleh Pemegang Saham dalam forum RUPS merupakan acuan bagi direksi untuk menjalankan perusahaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila dalam kondisi tertentu asumsi-asumsi tersebut sudah tidak sesuai lagi,
maka kapanpun RKAP bisa saja dilakukan perubahan / revisi oleh Direksi. Ada 2 mekanisme yang biasa ditempuh oleh Direksi, yaitu 1) Mengusulkan rencana perubahan
tersebut kepada Dewan Komisaris, untuk kemudian mengajukan surat tertulis kepada Pemegang Saham, yang ditandatatangani oleh Direktur Utama bersama Komisaris Utama. 2) Dipertanggung
jawabkan oleh Direksi bersama Komisaris dalam Forum RUPS Acquit et de charge atas Kinerja Perusahaan pada tahun tersebut.

Perubahan RKAP tersebut bukan tindak pidana sepanjang bukan dimaksudkan untuk kepentingan Pribadi/menguntungkan pribadi atau didasarkan pada niat jahat/mens rea. Apalagi merubah
keputusan Direksi, yang merupakan kewenangan Direksi.

 

2. Melakukan akuisi tanpa studi kelayakan yang layak.
Direksi tidak akan melakukan aksi korporasi tanpa melakukan kajian lengkap terkait aspek teknis, market dan finance serta manajemen. Kalau yang dimaksudkan oleh KPK berupa studi kelayakan yang layak itu harus disiapkan oleh konsultan dan dalam bentuk buku studi kelayakan yang lengkap, tergantung judgement Direksi, seberapa kompleks aspek bisnis yang harus dikaji.
Melakukan akuisi perusahaan dengan tipikal bisnis yang sama antara PT. JN dengan ASDP, dimana secara logika dan kasat mata cukup kajian sederhana. Direksi dengan pengalamannya tidak merasa perlu untuk membuat studi kelayakan yang lengkap seperti yang diinginkan oleh KPK, seperti melakukan investasi dengan kompleksitas variable yang banyak mempengaruhi kelayakan. Judment direksi untuk memakai studi yang lengkap atau tidak, sekali lagi ini bukanlah tindak pidana.

Jamak bagi bisnis dalam rangka memperluas pangsa pasar melakukan akuisisi perusahaan sejenis yang dipandang “sakit/tidak sehat”. Alasannya pertama memperoleh perusahaan dengan harga
murah. Kedua, setelah diakuisisi perusahaan dapat dibenahi dan memberikan synergi sehingga dalam jangka panjang memberikan benefit yang besar secara konsolidasi.

Saya punya pengalaman saat PT. Semen Baturaja (PT.SB) dinyatakan tidak layak lagi dilanjutkan karena Krisis multi dimensi tahun 1998/1999. PT. SB saat itu sudah menjadi pesakitan dan dalam
pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), karena proyek pengembangan yang sedang dilaksanakan terpaksa berhenti dengan melemahnya KURS rupiah terhadap USD sampai
700%.

Konsultan Amerika Boston Consulting Group (BCG) yang ditunjuk oleh Kementerian BUMN, untuk melakukan kajian lengkap dan memberi rekomendasi terhadap semua BUMN yang terdampak krisis saat itu, merekomendasikan PT.SB untuk ditutup dan digabung dengan PT. Semen Gresik melalui Cemex Indonesia. Kami yang berada di dalam perusahaan, sangat memahami kondisi internal PT.SB dan lingkungan makronya. Tanpa harus membuat pembanding studi kelayakan yang lengkap, kami selaku staf bersama Direksi berani menyatakan bahwa hasil kajian BCG tidak valid dan menyesatkan. Oleh karenanya kami melakukan perlawanan kepada Kementerian BUMN. Akhirnya kami bisa dihadapkan kepada Konsultan BCG oleh Deputi Kementerian BUMN saat itu, Setyanto P. Santoso.

Ternyata asumsi yang ditetapkan oleh BCG untuk melakukan kajian sangat tidak masuk akal. Setelah debat panjang tentang asumsi yang dibuat oleh BCG, akhirnya keputusan Kementerian BUMN untuk menjual PT. Semen Baturaja kepada Cemex Indonesia dibatalkan. Alhamdulillah ada hikmah dibalik semua itu, saya ditantang dan diangkat menjadi Direksi. Dalam 1 (satu) tahun masalah PT. SB kami selesaikan tanpa bantuan Pemerintah untuk keluar dari BPPN. Artinya bagi manajemen internal perusahaan, yang sudah sangat memahami napas dan denyut nadi perusahaan, tanpa harus membuat kajian yang lengkap bisa berargumentasi dengan konsultan yang memiliki reputasi dunia, karena mereka hanya melihat data hitam di atas putih.

Apakah perlawanan yang kami lakukan termasuk pidana? Tadinya valuasi PT. SB negatif, setelah kami selesaikan masalahnya, hasil valuasi berubah menjadi positif Rp1,2 Triliun. Ini sejarah bukan omong kosong dan tercatat di dokumen PT. SB.

 

3. Mengabaikan berbagai resiko tinggi dalam aksi korporasi.
Direksi BUMN adalah leader yang diamanahkan oleh Pemerintah untuk membawa BUMN mampu menjadi salah satu agen pembangunan dan menciptakan laba memberikan dividen bagi Pemerintah. Pengamatan saya Dirut ASDP, Ibu Ira Puspadewi adalah tipe pemimpin yang berani mengambil resiko (risk taker). Faktanya beliau dipercaya perusahaan asing sampai 17 tahun.

Seorang Dahlan Iskan, saat itu Menteri BUMN, yang juga piawai dalam dunia bisnis memanggil Ibu Ira Puspadewi kembali ke Indonesia, mengabdi untuk bangsa sendiri, dipastikan dengan pertimbangan profesionalisme. Harusnya APH mempertimbangkan, “sepanjang policy yang diambil oleh manajemen berdasarkan
pertimbangan professional, bukan keuntungan pribadi”, tidak pantas untuk dipidanakan”.

Kalau yang diingingkan KPK agar Direksi BUMN harus safety player, menikmati zona nyaman, dijamin BUMN kita akan berjalan seperti siput. Ini yang membuat BUMN kita tidak akan pernah maju. Ada yang berani, tapi berani untuk korupsi. Kita harus mencari Direksi BUMN yang amanah, kompeten dan risk taker. High risk high impact, BUMN kita akan maju menjadi motor penggerak ekonomi.

4. Mematok harga akuisisi bersama pemilik PT. JN
Saya tidak ngerti maksudnya, artinya Direksi harus menetapkan sendiri harga, lalu owner PT.JN tidak terima, memang akuisisi bisa terjadi? Ini statemen yang tidak pas. Parahnya kalau APH tidak punya pengalaman di korporasi, semua tindakan diukur dengan kerapihan dokumen, ikuti semua SOP padahal kondisi berbeda dan harus ada keputusan yang cepat. Ini sekedar saran, sebaiknya pimpinan KPK itu diisi lengkap mereka yang kompeten dan pengalaman dalam berbagai profesi. Sayangnya itu tidak dipahami oleh mereka yang memilihnya.

Negosiasi itu kewenangan Direksi untuk mendapatkan harga kesepakatan. Sangat wajar jika PT ASDP menawar sedikit diatas nilai wajar agar terjadi transaksi akuisisi. Alasan kuatnya Adalah
bahwa PT ASDP akan mendapatkan synergi jangka panjang. Hal ini terbukti dengan kemampuan mencetak laba ditahun-tahun berikutnya. Hasil negosiasi itulah yang nanti dijadikan dasar untuk
meminta persetujuan, atau bahan untuk meyakinkan stake holder bahwa harga tersebut sudah dinegosiasikan. Tapi itu bukan keputusan final dan finalnya apabila direksi bisa meyakinkan semua
stake holder.

5. Mengintervensi valuasi agar sesuai harga yang sudah dikunci
Meyakinkan itu bukan intervensi, intervensi artinya menggunakan POWER. KJPP selaku valuator punya standard penilaian yang tidak bisa diintervensi. Bisa diintervensi artinya tidak professional. Tidak mudah bagi Direksi yang berada di tengah, untuk menjalankan misi perusahaan kecuali perusahaan milik sendiri. 1) Bernegosiasi dengan partner untuk mendapatkan kondisi terbaik. 2) Meyakinkan stake holders, bahwa harga kesepakatan tersebut sudah maksimal dan sudah menguntungkan perusahaan. Kalau tidak pernah menjadi Direksi BUMN, ataupun sempat menjadi Direksi tapi safety player, menikmati zona nyaman, wajar saja berpikir negatif, bahwa itu ada kong kalikong. “Pikiran jahat, hanya untuk mereka yang jahat. Artinya anda harus jahat kepada penjahat, jangan kepada yang baik”. (bersambung)