Penurunan Luas Karhutla Sumsel 2025, Meski Lahan Mineral Masih Dominan Terbakar

IGMTVnews.com —— Kabar baik datang dari upaya pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan. Berdasarkan hasil analisis citra satelit, luasan lahan yang terbakar di provinsi ini pada periode Januari-Agustus 2025 menunjukkan penurunan signifikan.

Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan (KLH) Ferdian Kristanto, mengungkapkan bahwa luasan Karhutla mencapai 1.416,9 hektare (ha). Angka ini menurun sekitar 55,2 persen dibanding periode yang sama tahun 2024 yang mencapai 3.160,3 ha.

Ferdian menjelaskan bahwa faktor cuaca menjadi salah satu penentu utama di balik penurunan ini. Ia menyebutkan kondisi lahan yang basah sangat membantu dalam pencegahan karhutla. “Kondisi lahan yang ada saat ini masih basah atau faktor hujan sangat membantu dalam pencegahan karhutla. Terlebih saat ini Sumsel dan Jambi masih melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC),” ungkap Ferdian Kristanto.

Meskipun secara umum luasan kebakaran menurun, Ferdian mencatat adanya dinamika berbeda pada jenis lahan. Ia memaparkan bahwa kebakaran di lahan mineral mengalami kenaikan. Pada tahun 2024, luas lahan mineral yang terbakar mencapai 1.796,3 ha, sementara tahun ini luasnya adalah 1.381,9 ha atau turun 23,1 persen. Di sisi lain, kebakaran lahan gambut mengalami penurunan drastis, hanya menyumbang 35 ha, sangat jauh jika dibandingkan dengan 1.364 ha yang terbakar pada tahun 2024. “Saat ini kondisi di lapangan masih banyak yang basah dan ada yang masih terendam,” jelasnya.

Ferdian juga memaparkan data sebaran kebakaran paling luas pada tahun 2025, yang terjadi di Ogan Ilir, mencapai 317 ha. Disusul Musi Banyuasin dengan 314 ha, Ogan Komering Ulu (OKU) 190,4 ha, dan Musi Rawas 151,7 ha. Wilayah Ogan Ilir dan Musi Banyuasin tetap menjadi zona merah Karhutla Sumsel, sama seperti tahun sebelumnya. Namun, ia juga menyoroti penyebab kebakaran, yang kerap dipicu oleh aktivitas manusia. “Di Ogan Ilir, kejadian Karhutla masih kerap dipicu oleh aktivitas pembukaan kebun untuk tanaman palawija. Kondisi ini diperparah oleh faktor angin serta ketersediaan bahan bakar alami yang mudah terbakar,” terang Ferdian.

Upaya pencegahan dan pemadaman terus dilakukan oleh tim gabungan Manggala Agni dan BPBD. Ferdian mencatat bahwa kebakaran terjadi karena dua faktor utama: alam dan manusia. “Selain faktor alam karena bahan bakar alami (kekeringan) yang tersedia, ada juga faktor manusia dengan membuka lahan dengan cara dibakar. Beberapa isu di lapangan adanya peralihan komoditas dari karet ke sawit, karena dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi saat ini,” pungkasnya. (andhiko ta)